Langsung ke konten utama

Nakal Boleh, Bodoh Jangan! (5 buku yang paling kurekomendasikan untuk dibaca)

(Kamu hanya butuh waktu membaca tulisan ini sekitar 3,7 menit
jika kecepatan membacamu 300 kata per menit)

“everything is connected to everything else”
-Kalimat di ujung video klip Failed Imaginer-nya Propagandhi-

Pernah tidak kamu berpikir seperti “ah kok karya-karya generasi sebelum saya keren-keren semua?” Entah itu saat mendengar musik, menonton film, melihat karya seni, atau membaca karya sastra. Beberapa tahun lalu saya selalu memikirkan itu. Merasa kesal sendiri karena rasanya tidak ada sisa untuk generasi belakangan seperti saya untuk membuat sesuatu yang baru, pokoknya semua yang keren-keren di dunia ini sudah pernah diciptakan! Kita hanya kebagian sesuatu bernama daur ulang pikirku saat itu.

Hal itu membuat saya selalu bertanya-tanya, kalau begitu sebaiknya apa yang harus kuperbuat? Jawaban utama yang kutemukan adalah : membaca berbagai hal dan berdiskusi sesering mungkin.
Namun apa yang harus saya baca? Jujur meski 10 tahun bekerja sebagai pustakawan, sebenarnya saya tidak rajin-rajin amat membaca buku. Saya memilih menjadi pustakawan karena sadar diri tidak bisa membeli semua buku yang ingin kubaca namun kemudian tidak semua buku yang ada di rumah maupun di perpustakaan saya bekerja telah selesai kubaca.

Saya pernah mencari tahu penyebab yang membuat saya menjadi malas membaca. Kira-kira jawaban yang kutemukan seperti ini :
1.       Saya lahir dan dibesarkan dalam keluarga pas-pasan. Tidak ada uang lebih untuk membeli barang mewah bernama buku.
2.       Saat kecil saya harus menghabiskan waktu kurang lebih lima tahun belajar mengaji terus menerus membaca 1 kitab yang sama sampai bosan.
3.       Saya bersekolah di SD, SMP, SMA negeri yang koleksi buku perpustakaannya tidak menarik.
4.       Saya dididik oleh guru-guru mulai SD sampai SMA yang sepertinya malas membaca. Sebab jika mereka rajin membaca, pasti saya akan mengingat satu judul buku yang mereka rekomendasikan untuk dibaca. Tapi faktanya saya tidak mengingat satu pun buku.
5.       Saya dibentuk untuk menjadi generasi milenial yang harus gesit, serba praktis, dan menjadi tidak betah duduk berlama-lama melakukan satu hal termasuk membaca.

Saya merasa generasi kita menjadi malas membaca buku-buku tebal karena tidak lagi kuat untuk fokus berlama-lama. Kita lahir di masa terlalu banyak pilihan sehingga perhatian kita mudah teralihkan, seperti halnya tontonan di Youtube atau di Netflix yang mudah kita ganti seketika ketika tontonannya tidak menarik, atau semudah men-scroll laman Facebook. Kita juga kemudian lebih senang membaca infografis atau menonton film dokumenter pendek daripada membaca artikel atau karya ilmiah karena persoalan lebih hemat waktu, karena kita selalu merasa dikejar oleh waktu.

Jadi bagaimana dong, biar bisa nakal namun tetap cerdas kalau kita terlahir di masa modern yang membentuk kita malas membaca? Saranku sebagai seorang pustakawan, pilah-pilah bacaanmu. Temui orang atau teman yang kamu kagumi, minta rekomendasi buku bacaan favoritnya. Sebab, tidak ada cara lain menjadi cerdas selain membaca.

Tapi sebenarnya nakal itu apa sih? Kenapa pula harus nakal?

Dalam kamus KBBI pengertian nakal adalah suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu, dan sebagainya, terutama bagi anak-anak) atau buruk kelakuan.

Yang perlu dipertanyakan kemudian siapa yang punya tolak ukur menjadi anak baik atau anak nakal? Bagaimana menilainya? Apa yang mempengaruhinya?

Kupikir semua orang memiliki banyak pertanyaan di kepala mengenai banyak hal yang terjadi di dunia ini, namun tidak semua orang mau meluangkan waktu mempertanyakan kembali tentang yang ia tahu mengenai banyak hal tersebut. Termasuk mempertanyakan kembali baik dan buruk itu. Saya juga tidak suka menerima mentah-mentah apa yang dikatakan seseorang mengenai baik buruk. Saya membenci banyak hal di dunia ini dan kebencian itulah yang membuat saya memiliki daftar pertanyaan yang harus kucari jawabannya.

Sekarang apakah saya mendapat semua jawabannya? Tentu belum, sampai saat saya masih mencari dan tidak ingin berhenti mencari, mencari itu sexy kalau kata Ika Vantiani.

Dalam perjalanan saya mencari jawaban inilah, akhirnya saya bisa menyusun rekomendasi bacaan yang sementara waktu membuat saya merasa cukup banyak menjawab pertanyaanku.

Pertama adalah buku “Anarkisme, Kumpulan Esai Emma Goldman”. Kedua dan ketiga Majalah National Geographic dengan isu utama “Gender Revolution” dan “Ganja: Apa Benar Bermanfaat?”. Keempat Sapiens : “Riwayat SIngkat Umat Manusia”. Kelima buku lanjutannya yakni “Homo Deus : Masa Depan Umat Manusia”.

Tentu saja ada begitu banyak buku dan zine yang penting untuk dibaca selain itu, namun saya memilih kelima buku tersebut karena masih mudah mencarinya karena baru diterbitkan dua-tiga tahun belakangan. Soal mengapa? Ya karena sebagian besar tema yang dibahas selalu dihubungkan dengan "akibat perbuatan nakal" jadi sebaiknya baca sendiri dan kamu akan berbangga hati menjadi anak nakal yang cerdas.

Kelima rekomendasi tersebut hanya pengantar yang kuharap bisa membuat kamu lebih percaya diri serta semakin giat mencari arah mana yang ingin kamu tempuh dalam perjalanan ini.

Saya percaya hanya kamu yang bisa menentukan arah mana yang harus kamu tempuh dan selalu ada teman yang akan kamu temukan untuk menuju arah yang sama. Sebab saya sepakat sama kalimat di ujung video klip Failed Imaginer-nya Propagandhi di atas. Bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini saling kait mengait, keputusan politik dan ekonomi yang terjadi di belahan dunia lain bisa berdampak besar pada belahan dunia lainnya.

Jika lima terlalu banyak, dua buku terakhir lah yang paling kurekomendasikan karena dua buku itu cukup menjawab berbagai pertanyaan di kepala saya mengenai mengapai dunia sekacau ini? Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?

Pada buku keempat saya menemukan berbagai jawaban mulai dari sejarah panjang penyebab perempuan selalu mengalami kekerasan, bagaimana komunikasi manusia yang unik akhirnya bisa menciptakan fiksi seperti agama, uang, dan imperium menjadi tatanan khayalan yang kita percayai secara kolektif dan terbebas darinya adalah hal yang sepertinya mustahil, sampai asal mula gossip itu ada.

Pada buku kelima, saya menemukan jawaban tentang prediksi-prediksi mengenai masa depan, mengapa kita berambisi untuk mencari kebahagian yang kekal. Serta fakta mengenai pada akhirnya manusia bisa mengurangi  kelaparan, wabah, atau perang namun untuk pertama kali dalam sejarah kini lebih banyak orang mati akibat terlalu banyak makan misalnya obesitas dan diabetes daripada mati akibat kurang makan, lebih banyak orang mati karena lanjut usia ketimbang penyakit menular, lebih banyak orang melakukan bunuh diri ketimbang jumlah gabungan orang yang dibunuh oleh tantara, teroris, dan penjahat.

Kedua buku teerakhir itu memberikan saya harapan lebih untuk hidup karena alas an terbaik mempelajari sejarah bukan untuk meramalkan masa depan, melainkan untuk membebaskan diri saya dari masa lalu dan membayangkan cita-cita alternative. Tentu saja ini bukan kebebasan total sebab kita tidak bisa menghindarkan diri dibentuk oleh masa lalu. Namun, sedikit kebebasan tetap lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Sampai jumpa di sela-sela perjalanan. Jangan berharap banyak seseorang memberimu petunjuk perjalanan.

PS: Nakal belum tentu salah, kan yah? :p



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...