Langsung ke konten utama

Tentang Tragic Soundsystem



 

Pada postinganku sebelumnya Tentang Asian Dub Foundation, saya sempat menyebut Tragic Soundsystem juga. Nah, kali ini khusus Tentang Tragic Soundsystem. Saya meng-interview Fami Redwan empunya Tragic Soundsystem. Si Fami ini teman yang selalu berbaik hati mengundang saya tiap kali Tragic Soundsystem main, entah itu di luar ataupun di rumahnya, tentu saja sangat menyenangkan. Beruntung sekali berteman sama dia ^^ Beberapa postinganku yang ada kaitannya sama Tragic Soundsystem juga ada di sini, dan di sini.
Ini kali pertama saya mewawancarai pemusik, sebelum-sebelumnya saya tidak pernah mau menulis tentang musik. Saya tidak percaya diri dengan pemahaman saya tentang musik hahaha… 

Sebagai pengantar, Fami pernah bilang begini saat ditanya tentang apa itu Tragic Soundsystem oleh temannya untuk dimuat di zine dari Kalimantan, Delusional Liberal. 


“Hasrat untuk melepaskan musik, memperdengarkannya ke orang banyak, itu sudah jadi kebutuhan buat saya. Semacam libido yang bernada. Dan kadangkala band saya terasa terlalu rumit untuk memenuhi hasrat itu. Jadi saya butuh pacar kedua, yang bisa meladeni nafsu bermusik saya yang menggebu-gebu, tanpa harus mencipta lagu, atau menjadi penyanyi solo haha. Maka jadilah Tragic Soundsystem. Kalo ada kesempatan buat live, yah dihajar dengan sukacita. Kalo tidak ada, bikin mixtape trus dishare ke orang banyak juga sudah memuaskan. Kan tidak melulu libido harus dilampiaskan dengan seks. Kadang-kadang masturbate juga cukup. Haha. Trus, kenapa dub reggae ? Karena itulah musik ciptaan kaum extra terresterial.”

Nah, langsung saja simak obrolan kami di sela gossip dan curhat selama beberapa hari :D

E          : Eh eh sejak kapan mulai itu Tragic Soundsystem?
T          : 2006-2007 kayaknya saya start itu Tragic Soundsystem, tapi belum ngedub :)
E          : Saya mau wawancaraiko untuk kepentingan pribadu blog ku hihihi...
T          : Bolton. Boleh tonji. Yang jelas kalau dari dulu saya tahu mau main dub reggae, pasti saya ndak pake kata "Tragic" :)
E          : Memang maksudnya itu Tragic Soundsystem apa? Sampai kau bilang seandainya kau tahu ke depan bakal main reggae, bukanji itu namanya.
T          : Karena memang awalnya saya bikin itu Tragic Soundsystem bukan buat ngedub. dulu waktu awal-awal saya ngerti kalo komputer bisa diajak ngeband haha, musik yang ada di kepalaku bukan dub.
E          : Apaji pale? Terus apa maksudnya dan maknanya itu “Tragic” ?
T          : Sesuai ji arti harfiahnya. Makanya saya kayak kurang sreg pake itu kata “Tragic” kalau buat musik dub. Terutama dub reggae. Sempat ja cari-cari nama lain, satu-satunya yang masuk akal cuma "dub collector"' hahaha. Tapi pas saya search, ada mi dua "dub collector" di dunia ini. Jadi malas ma. Biar mi begitu mo dulu. Tragic Soundsystem. Antara sound dan system ndak pakai spasi.
E          :  Di awal apaji alirannya?
T          : Techno-technoan, pokoknya mau lebih kencang dari yang sebelumnya, The Chloroplast itu. Pernah dengar lagu International Bitter Day, Hanya Musik, atau Menunggu Bosan? Tunggu saya kirimkanko, dengar-dengarmi dulu, kalau kau bisa dapat apa persamaan di tiga lagu itu, barupi kau boleh kasih pertanyaan berikutnya.
E          : Oke. Yang “International Bitter Day” itu kayak lagu pengantar bunuh diri.
T          : Terus? Malas toh dengarnya hahahaha…
E          : Well... sebenarnya saya ndak tahu bicara soal musik.
T          : Hahaha apa ko rasa sajalah, bukan soal musiknya.
E          : Tapi ketiganya terdengar sama memang hehehe dan kalau dibiarkan memilih saya lebih suka semua dub dub mu dibanding itu tiga. Kalau kudengarki itu tiga tadi, kayaki lagu-lagu yang nabikin adekku sementara belajar prutilup hehehe... maafkan...


T          : Hahahaha… Terus apa pertanyaan berikutnya?
E          : Tapi lirik-liriknya lebih kusuka yang “Menunggu Bosan” sama “Hanya Musik”. Itu lebih enak kudengar dibanding yang International Bitter Day itu.
T          : Itu liriknya memang bukan saya yang bikin. Vokalisnyaji yang bikin.
E          : Siapa vokalisnya?
T          : Namanya Tiara Robertson, tinggal di Texas. Temanku dulu via deviantart.com. Kita bikin project musik, saya kirim musikku via email, dia kirim vokalnya via email. Saya mixing, mastering, trus publish.
E          : I see. Di mana bisa kudengar lagu-lagunya Tragic Soundsystem yang dulu-dulu?
T          : Jadi kesimpulannya, Tragic Soundsystem era techno rock cuma bisa berhasil bikin 4 lagu. Masih ada beberapa lagi tapi ndak selesai. Musik sudah jadi, tapi ndak mampu ma bikin liriknya. Adaji saya dapat link tempatku simpan-simpan lagu yang lain, tapi ndak taumi, kayaknya sudah pernahmi kau dengar semua. Cek http://www.soundclick.com/
E          : Sip. Kapan mulai bikin dub reggae? Oya kalo itu The Chloroplast proyek apa?
T          : Sebenarnya The Chloroplast itu judul album, bukan nama artistnya. Tapi karena sampul CD nya didesain sedemikian rupa (judul albumnya besar sekali hurufnya, sementara namaku kecil sekali), akhirnya teman2ku tahunya kalau saya bikin project bernama The Chloroplast. Hahaha. Dan itu The Chloroplast sebenarnya cuma sekedar proklamasi kalau "bisama juga bikin musik pakai komputer, bisama keluar dari pola bermusik ala anak band, yang berarti bisama bermusik tanpa perlu berbagi ego dengan orang lain". Hahaha, entah kenapa itu penting sekali buat saya. Makanya dalam album The Chloroplast itu, ndak jelas genrenya. Ada yang kayak Kitaro, ada yang kayak Cornershop, ada yang kayak Enigma, ada juga yang kayak Aphex Twins, bahkan Atari Teenage Riot. Minimal saya berusaha bikin musik dengan influence dari nama-nama yang kusebut di atas (jangan tanya soal sama bagusnya, karena pastimi tidak sebanding sama sekali haha but at least saya belajar dan berusaha).
Kenapa saya bikin itu Chloroplast? Karena saya tertakjub-takjub waktu pertama kali sadar kalau ternyata sebongkah komputer rumahan biasa, betulan bisa bikin musik. Dan bongkahan itu ndak perlu ji canggih2 kayak komputernya NASA atau CIA. Seriusnya jawabanku. Hahaha…
E          : Hehehe… Kapan mulai beralih ke reggae?
T          : Soal dub reggae, sampe sekarang seingatku saya belum pernah berhasil bikin musik dub/reggae. Yang paling mendekati cuma itu yang judulnya 'Death Rattle', agak-agak steppa-ki musiknya. Nyaris dubstep lah. Yang saya bikin sekarang itu ma'dije-dije lagu-lagu dub reggae. Lagunya orang. bukan laguku sendiri.
E          : Iyo dih. Baruka sadar semua mixtape pale, tapi tetapji keren ka racikannya mantap, terutama Dub Untuk Bernafas Dalam Air sama Dub Untuk Mahasiswa Pemalas. Favoritku itu hehehe. Entah kayaknya karena adai ADF sama Panda Dub selalu kau selip saya jadi tergila-gila sama itu mixtape hehehe... Siapa dub maker *atau apakah istilahnya itu yang tukang bikin dub dub? Yang kau suka?
T          : Dubscientist, atau istilah yg saya bikin sendiri : dub alchemist. Kau tahu Long Beach Dub All Stars? Ada lagunya judulnya "Listen to Dj's". Itu lagu liriknya cuma sebut nama-nama pemusik dub/reggae dari awal sampai akhir. Itumi yang saya kasih jadi patokan buat belajar hahaha. Baca liriknya. Ada semua disitu. King Tubby, Lee "Scratch" Perry, Prince Jammy, dll. Mereka acuan semua orang kalo urusan "siapa dewanya dub". Generasi selanjutnya, ada Mad Professor (andalanku mentong ini iya!), ada Jah Shaka, dll. Kalo generasi sekarang, bukanmi Jamaica yang jadi rajanya dub, tapi Eropami. Panda Dub (Prancis), Audio Bullys (Inggris, tapi dubnya bukan reggae), Dubmatix (ndak tau dari mana). Dan saya punya kompilasi Japanese Style Dub yang super keren, sama kompilasi Cypruss Dub Collective. Kalau Indonesia, yang bagus itu Kusnikasdut (Daniel & Dave nya The Paps) sama Roadblock Dub Collective (Jambi atau Palembang, entahlah). Nontonko film Dub Echoes, langsung lengkap semua celah-celah otakmu diisi sama pengetahuan ;)
E          : Kalau di facebook ini saya kasi tanda jempol hehehe… Apa rencana Tragic Soundsystem ke depan? ;)
T          : Hahahahahaha… mau ganti nama :) Istilah "sound system" itu artinya cuma sebagai pemutar lagu. Lagu-lagunya orang. Makanya saya mau ganti nama, biar bisa punya lagu sendiri :D
E          : Aha... Kapan itu terjadi?
T          : Maupi terjadi baru terjadi hahaha…
E          : Hahaha… Pertanyaan terakhir. Pilih dangdut atau keroncong?
T          : Keroncong. Karena masih hidup dan masih sama bagusnya sampe sekarang. Dangdut pernah bagus, tapi matimi di tahun 90an, thanks to electone.
E          : Hahahaha... Sip sip... Jadi bilangma "Tengkyu atas waktuta"?
T          : Wattunami memang hahaha…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...