Saya tidak
menyukai segala sesuatu yang berbau horor. Awalnya karena alasan takut. Terakhir
saya membaca novel horor/misteri saat SMA. Itupun karena tidak ada pilihan
lain. Di kampung saya saat itu toko buku hanya ada 1 yang menjual novel, itu
pun hanya dua jenis novel : horor/misteri atau roman "porno". Ketika
membaca novel horor saya selalu membayangkannya sebelum tidur, berandai-andai
sampai susah tidur, diakhiri dengan mimpi buruk.
Namun kemudian
saya menyadari, ketakutan itu hanya rekayasa.
Suatu hari
akhirnya saya memberanikan diri membaca Kumpulan Budak Setan. Hanya karena ada
nama Eka Kurniawan. Saya selalu merasa beruntung saat maba kami disambut dengan
prosesi penerimaan mahasiswa baru oleh senior yang menghadirkan Eka Kurniawan
beserta istrinya sebagai pembicara diskusi. Dari situ saya senang membaca
karya-karyanya.
Dari Kumpulan
Budak Setan-lah, saya kemudian jatuh cinta pada karya-karya Intan Paramadhita.
Dan ketagihan ingin terus membaca tulisannya.
Tulisannya
membuat saya menjadi lebih berani melawan ketakutanku sendiri.
Sebab ketakutan
hanyalah rekayasa dari penulis novel, penulis scenario film, dan siapapun yang
memiliki kepentingan untuk menciptakan rasa takut itu sendiri.
Kali ini saya tidak membuat review buku ini. Hanya ingin merekomendasikannya saja. Beberapa temanku bilang biasa saja.Tapi bagi saya, cara Intan mengemas cerita-cerita lama dengan perspektif baru ini unik, membangkitkan kenangan masa kecil saya. Merekonstruksi kembali ingatan tentang cerita yang sama.
Dari sebelas cerita buku ini, saya paling suka kisah "Mak Ipah dan bunga-Bunga".
Komentar
Posting Komentar