Langsung ke konten utama

Tentang Perjalanan ke Jambi

*Tulisan ini untuk memenuhi permintaan Thanks Zine. Sudah pernah diterbitkan tapi saya lupa edisi berapa hehehe...

Mari kita mulai cerita tentang perjalanan ini dengan latar saya sebagai orang yang tidak banyak tahu soal dunia underground. Saya hanya senang memperbanyak teman, seperti kata Spongebob “teman adalah kekuatan”.  Semakin banyak teman saya merasa semakin kuat untuk hidup di dunia yang ukh… katanya sedang tidak baik-baik saja, namun semakin hari saya justru merasa semakin hidup, mungkin ya… karena banyak teman, entahlah.

                Bulan Januari 2015 kemarin saya diajak teman lama membantu pekerjaannya menjadi fasilitator daur ulang di Jambi. Yup! Sumatra. Saya bahkan tidak pernah membayangkan sampai ke sana.

                Beruntung saya bertemu Candra di sana. Saya dikenalkan dengan kekasihnya, Shiela. Lalu Shiela mengajak saya ke Grindsick, berkenalan dengan banyak teman baru. Dan yang lumayan bikin kaget, anak metal dan punk ada di sana, satu tongkrongan. Mungkin ini hal biasa, hanya saja saya yang memang tidak tahu, kampungan, tidak gaul, atau entahlah. Karena di Makassar saya belum pernah menemukan tempat nongkrong seperti ini. Yang kutahu metal ya metal, punk ya punk mereka punya tempat nongkrong masing-masing.

 Saya malah sering mendengar gossip bahwa metal dan punk malah tidak akur, whatever! Beberapa hal saya mengagumi teman metal saya dan beberapa hal saya mengagumi teman punk saya, jadi saya sendiri tidak pernah memikirkan itu terlampau jauh. Jika keren adalah saat kamu merasa lebih atas pilihan hidup dan jenis musik dengan ideologi yang tidak pernah lagi kau pertanyakan kembali, saya memilih tidak usah keren. Dan semoga ini bukan untuk keren-kerenan (nah, bisa jadi saya sendiri juga menulis ini dalam keadaan ingin ikut keren-kerenan?) Oikk…

Grindsick (GS) adalah studio musik sekaligus toko merchandise yang letaknya di salah satu ruko Jalan Deputi Purbo, Kecamatan Telanai Pura Jambi. Jadi setiap hari akan selalu ramai karena banyak band yang latihan di sana dengan genre yang bervariasi mulai dari hardcore, punk, rock, metal, sampai melodic.  Salah satu dari penghuni GS juga ada yang membuat gitar di GS, sedangkan untuk sablon kaosnya mereka punya tempat tersendiri di salah satu rumah Jalan Kolonel Abunjani Lorong Cemara 3, Kecamatan Telanaipura.

Saat ke kota Jambi kebetulan ada Antiphaty (band punk asal Malang) yang sedang mengadakan Desire Tour-nya. Ini menjadi rangkaian tur di 24 kota, tiga negara yakni Singapura–Malaysia–Indonesia. Tur yang mereka kelola secara mandiri sekaligus merilis album terbaru mereka berjudul Up The Punk (Raw tape Records). Band yang kini personilnya Catur (vokal), Yoyok (gitar), Antok (bass), dan Angga (drum) ternyata sudah menginjak usia ke-18 tahun. Wow sudah cukup lama juga! Senang bisa sempat ngobrol dengan mereka di sela melapak sambil menunggu giliran mereka main.
Grindsick mengadakan gigs Beselang Besamo untuk itu, tepatnya tanggal 4 Februari 2015. Gigs ini diadakan di GOS Kota Baru dengan 20 band lokal yang ikut meramaikan. Di antaranya : Biang Raw (d-beat raw), Bigmouth (hardcore), Strenghth Of Rebels (hardcore), Brothers Brandals (oi punk n roll), Babakbunyak (hardcore /punk), Sunblast (death metal), Kubu Chaos (crossover), Only Sick (grindcore), Bastard (thrash metal), Tigo D (rock n roll), Kubu riot (crust grind punk), Sars (grind raw punk), Setrash (thrash metal), Tebas (hardcore/punk), Golden Street Crew (punk), Resign (metalcore), Banditos Tiggris Sumatrae (punk), Rimbo Street Family (punk), Pekat (punk), dan Explosive (punk).

Ada dua band yang tak sempat main, Sunblast dan Tigo D. Waktu yang tak cukup, empunya gedung sudah tak sabar.

Ada satu hal yang menjengkelkan di kota Jambi. Satpol PP seringkali menangkap siapapun yang menggunakan pakaian ala punk. Bahkan pagi sebelum acara Beselang Besamo ini beberapa anak punk yang tidur di depan GOS. Beberapa dari mereka yang bukan warga asli Jambi dipaksa pulang. Damn!

Saya betah di kota Jambi karena kota ini multicultural, banyak perantau seperti Jawa yang dating sebagai transmigran pada tahun 70-an dan Bugis sekitar tahun 60-an. Saya seperti tidak ke mana-mana apalagi kalau bertemu sesama orang Bugis hehehe. Yang seru pada beberapa daerah seperti kota Seberang dan  kamu akan serasa berada di Malaysia karena bahasanya melayu “Siape? Berape?” seperti bahasa Upin Ipin lah. Tapi kalau sudah di kota Jambi kebanyakan orang berbahasa dengan akhiran O “Siapo? Berapo?” Dan saya kadang kebingungan dengan bahasa gaul mereka yang dibalik-balik seperti “aku jadi uka, kau jadi uak, adek-adek jadi keda-keda” hehehe…

Oh ya yang khas dari Jambi selain batik Jambi, ada tuak kelapa dan jamur gajah. OMG… you should try! :D

Serulah berkenalan dengan banyak teman baru di Jambi. Berikut band-band mereka :

Sunblast (death metal)
Aad  (vokal)
Andre (gitar)
Mulvi (bass)
Rizki (drum)

Ladaz (crust grind)
Rif marx (vokal)
Aduy (gitar)
Andre (drum)

Sars (grind raw punk)
Refal (vokal)
Anden Dr. (gitar)
Kevin (bass)
Torik (drum)

Kubu Riot (crust grind punk)
Arif riot (gitar//vokal)
Pita riot (gitar)
Aduy (bass)
Rio (drum)

C.B.K (hardcore)
Deriko (vokal)
Aduy (gitar)
Nando (bass)
Rio (drum)

Strength of Rebel (hardcore)
Egi (vokal)
Danu (gitar)
Ari (gitar)
Putra bedol (bass)
Rio (drum)

Brothers Brandals (oi punk n roll)
Yuda rocka (bass//vokal)
Rif arms (gitar//vocal)
Rio troy (kid drum)

LYS (grinding punk)
Hengky (vokal)
Sugab (gitar)
Nando (drum)

Tebas (hc/punk)
Dayek (vokal)
Ari (gitar)
Nando (bass)
Pesa (drum)

Sanak is Brother (punk rock)
Yansah (vokal)
Awi (gitar)
Deli (bass)
Pesa (drum)

Tigo D (rock n roll)
Heru (vokal)
Sugab (gitar)
Joni (bass)
Kiting (drum)

Bastardo (cross over)
Aad (vokal)
Raden (gitar)
Chova fx (bass)
Ade (drum)

Sethrash (thrash metal)
Arif (vokal)
Rudy (gitar)
Raden (bass)
Ade (drum)

Biang Raw (d-beat Raw)
Ismet (vokal)
Toyib (vokal)
Rudy (gitar)
Arif (bass)
Rizky (drum)


Phlegmatic Legacy (death metal)
Hafis (vokal)
Ayong (gitar)
Wanda (bass)
Torik (drum)

Destroyer Voices
Hengky (vokal)
Anden (gitar)
Pesa (drum)

Babakbunyak
Cica’
Dkk :D



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Frasa Drop the Bass Line dan nostalgia EDM

Saat saya berulang tahun kemarin, diantara semua ucapan selamat, Sami yang paling berkesan menurutku. Dia bilang begini: “Selamat Ultah Mba Eka, Jaya Selalu, Drop the Bass Line Selalu” Lalu dilanjutkan dengan obrolan panjang kami tentang musik dub, seperti biasa. Oke. Tidak ada bahagia selalu, sehat selalu. Yang ada malah ketemu sama "Jalasveva Jayadub" yang membuat mood ku sangat ceria seharian kemarin :D Well, saya memang tidak begitu lama mengenal Sami, baru beberapa minggu terakhir sejak diperkenalkan oleh Dindie. Tapi saya sudah tahu Roadblock DubCollective sejak beberapa tahun lalu dan Sami adalah bagian dari itu. Saya sering mendengar istilah “Drop the Bass” dan sering menemukannya menjadi meme yang beredar di dunia maya. Saya pernah mencari tahu tentang asal-usul istilah ini dan beruntung ada banyak artikel yang membahasnya. Bahwa "Drop the Bass" menjadi slogan yang terkait dengan penurunan, atau titik klimaks pada trek musik elektro

Gadis Bugis dan Anarkis Feminis

Dulu saya tidak suka mendengar kata aktivis seperti halnya saya tidak menyukai kata feminis, LGBT, ganja, anarkisme, dan segala hal yang “dibenci” oleh masyarakat umum. Sialnya saya terjebak di perpustakaan, membaca banyak literatur dan membuat segala hal yang awalnya kubenci karena tidak kuketahui, menjadi sesuatu yang biasa saja. Saya merasa sial karena pikiranku akhirnya dipenuhi dengan agenda untuk merubah segala sesuatunya, yang rasanya tampak mustahil. Tapi apa yang lebih memalukan daripada mengingkari ilmu pengetahuan? Dalam KBBI, aktivis berarti orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Sebenarnya tulisan ini bermula dari obrolan saya bersama tim riset Active Society Institute dan MAUPE Maros. Saya bergabung membantu Active Society Institute dalam riset berjudul Kerentanan Kehidupan Perempuan Pedagang di Pasar Terong dan us

Tentang Katakerja yang Berusia Satu Tahun Kini

… … I at twenty four, was insecure to whatever it takes Come on now, wake up wake up Shut up shut up, it’s time smell the coffe … … Smell The Coffee – The Cranberries Sejak kecil saya senang mendengar lagu-lagu The Cranberries, mungkin karena itu pula saya merasa lirik lagu-lagunya menjadi penting dan mempengaruhi hidupku. Termasuk lagu di atas, saya menjadi sangat bersemangat ingin segera merasakan bagaimana saat saya berusia 24 tahun saat SMA. Apakah juga merasakan hal yang sama seperti pada lagu itu? Saya kemudian sampai pada usia yang kuidamkan itu, setahun lalu. Apa yang terjadi? Di usia 24 tahun saya baru bisa menyelesaikan kuliah, menjadi sarjana sastra. Di usia 24 tahun seorang teman yang sudah lama tak kutemui tiba-tiba mengajak saya bergabung mewujudkan idenya : katakerja. Inilah yang terjadi. Aan mengajak saya mampir dan memajang beberapa karya kriya saya di sebuah rumah sekaligus kantor AcSI. Tentu langsung ku-iyakan. Ini kesempatan saya bisa bern