Langsung ke konten utama

Tentang Lady Fast #1

*Tulisan ini untuk memenuhi permintaan Thanks Zine edisi 6 yang bahkan Lady Fast 2 sudah berlalu berbulan-bulan, zine nya belum sempat cetak-cetak hahaha... 


Saya tidak ingat kapan persisnya, tapi saya bergabung dalam grup obrolan Kolektif Betina melalui salah satu media sosial, sekitar 2 bulan sebelum ada acara Lady Fast diadakan. Saya senang karena selama ini saya sudah mengenal beberapa dari perempuan yang ada di dalam grup, sehingga saya tidak perlu canggung atau malu. Grup ini selalu hangat dengan obrolan segala macam mulai yang serius sampai gosip yang tidak penting tapi seru. Nyaris selalu ada bahan yang diobrolkan, ya bisa kalian bayangkan ada sekitar 40 orang yang tergabung, tentu selalu ramai.

Apa yang menyatukan kami? Kami memang sudah intens berkomunikasi antara satu dengan yang lain sejak lama dan berjejaring. Kami saling berbagi banyak hal meski latar belakang kami berbeda-beda. Maka dari itu muncullah ide membuat Lady Fast. Ya meski saya terhitung belakangan bergabung tapi saya sudah mendengar kabar tentang ide Lady Fast ini dari beberapa teman. Tujuan utamanya adalah untuk saling bertemu dan bersilaturahmi. Tapi karena tempat kami saling berbeda-beda dan berjauhan, maka kenapa tidak sekalian pertemuan ini dirangkaikan dengan kegiata-kegiatan seru? Tercetuslah ide mengadakan loka karya, pemutaran film, diskusi, sharing session, pameran karya, lapak arts and crafts, dan lainnya. Harapannya adalah dengan kegiatan ini kami bisa saling menguatkan teman-teman perempuan dalam berbagai medium.

Mengapa saling menguatkan? Karena terlahir sebagai perempuan di dunia yang sudah lama didominasi oleh sistem patriarkat adalah menyebalkan, tidak jarang merugikan. Saya sendiri merasa cukup beruntung karena bisa menyadari hal itu, saya didukung oleh banyak orang untuk bisa mewujudkan yang namanya kesetaraan (meski ini masih dalam proses), namun bukan berarti itu sudah cukup. Jika saya merasa cukup beruntung, saya ingin membagikan kesadaran ini kepada mereka yang kurang beruntung.

Saya ke Jogja bersama Mamaku karena sekalian dia ingin jalan-jalan. Saya senang karena saya diijinkan berangkat oleh Karno, rekan kerja atau lebih tepatnya “bos”ku. Meski hanya diberi waktu 5 hari, tapi itu sudah sangat cukup bagi saya.

Kami berangkat dari kota Makassar tanggal 1 sedangkan Lady Fast diadakan rencananya tanggal 2-3 April 2016.

Pada tanggal 2 siang saya terlebih dahulu mengisi workshop membuat sabun di salah satu galeri seni tempat temanku bekerja. Sehingga saya tidak bisa ikut pembukaan Lady Fast, setelah workshop sabunku selesai barulah saya ke Survive! Garage tempat acara Lady Fast berlangsung. Saat itu mamaku ingin turut serta karena ingin bertemu dengan beberapa temanku yang sudah ia kenal seperti Sheni, Mita, dan Mila. Namun karena seharian kami mengunjungi beberapa tempat ia merasa kelelahan sehingga memilih pulang ke rumah temanku, Ishak Salim. 

Saya sangat bersemangat karena akhirnya setelah banyak berbincang dan saling mengenal di dunia maya, saya bertemu sebagian dari mereka, ladies-ladies Kolektif Betina. Di antara workshop yang berlangsung saya hanya sempat ikut workshop kolase dengan tema LGBTIQ dipandu oleh Tarna dan Ika, sangat seru karena saya mengerjakannya sambil mengobrol dengan Ade Kartika, teman dari Palembang yang sudah lama kukenal dan akhirnya bertemu. Ah… pokoknya ada banyak orang yang kutemui dan banyak kenalan baru malam itu. Saya menikmati suasana keakrabannya. 

Setelah workshop kolase selesai saya berkeliling melihat karya seni yang juga dipamerkan saat itu. Setelah itu baru menggelar lapakan. Saya menjaga lapakan sembari menikmati band yang main tepat di depan meja lapakan. Yup space untuk acara ini memang tidak luas, namun tetap seru
.
 Band yang main pada malam itu ada Agoni, HMMM, Lefty Fish dan Confess. Saya merasakan semangat teman-teman di sini, terutama saat mereka mulai moshing. Saya sendiri belum pernah, sejak lama saya tertarik ingin melakukannya namun saya khawatir apa yang dialami beberapa teman perempuanku seperti diraba payudara dan vaginanya oleh orang yang tidak mudah lagi mencari tahu siapa yang melakukannya di tengah keriuhan, juga terjadi pada saya. Malam itu saya melihat semuanya menari penuh semangat dengan rasa aman dan nyaman. Sungguh menyenangkan mengetahui hal itu.

Lalu insiden itu terjadi, beberapa menit setelah MC menutup acara.

Diawali oleh satu-dua orang yang mengaku dari kepolisian datang bertanya ini acara apa? Sembari dijelaskan mengenai acara ini satu per satu pria berpeci dan berjanggut (meski tidak semua berjanggut dan berpeci) datang berteriak Allahu Akbar dan memaksa seluruh pengunjung untuk bubar. Beberapa diantara dari mereka mau diajak berdiskusi namun suasananya menjadi tak terkendali karena beberapa orang adu mulut. Acara memang sudah selesai, kami sudah bersiap untuk pulang namun mereka mendesak untuk masuk ke dalam Survive Garage! dengan berbagai alasan, konon acara ini tidak mendapat izin dari pemerintah setempat, ada yang mengatakan warga resah dengan acara ini karena banyak orang asing dengan pakaian “aneh” dan mengkonsumsi alkohol berdatangan.

Siapa mereka? Tidak satu pun menyebutkan dari lembaga apa ia berasal, meski terlihat jelas beberapa dari mereka menggunakan pakaian yang seragam. Mereka hanya mengaku bagian dari gabungan forum Islam.

Saya mungkin satu-satunya yang berhijab ketika mereka datang, jadilah saya sorotan mereka. Saya ditanya-tanya berasal dari mana? Mengapa jauh-jauh dari Makassar datang hanya untuk bergaul dengan mereka yang “aneh”? Saya berusaha menjelaskan mengapa harus membeda-bedakan teman? Bahwa saya berhak ingin bergaul di mana, terserah saya. Namun mereka tidak mau tahu, saya harus pulang segera jika tidak mau terjadi apa-apa pada saya, itu ancaman mereka.

Saya tidak mengerti mengapa mereka sangat ngotot membubarkan acara kami? Mengapa mereka tidak ingin mendengarkan penjelasan kami, malah semakin berteriak membuat beberapa anak kecil yang masih berada di sana menangis ketakutan. Mereka datang seperti membawa terror bagi kami. Oh iya, polisi juga berdatangan, namun bukannya melerai, mereka diam saja. Menawarkan jalan terbaik adalah bubar, pulang! Tentu kami mau pulang, toh acara sudah selesai. Namun tidak dengan cara dipaksa seperti itu.

Beberapa diantara kami sudah pulang, namun mereka tetap tinggal. Mereka ingin menggeledah ke dalam rumah untuk memastikan tidak ada yang bermalam di rumah itu. Mereka menggembok pagar agar tidak ada lagi yang bisa masuk, padahal sebagian barang kami masih di dalam.

Sudahlah… saya lelah menceritakan detail pada bagian ini, terlalu menyebalkan berurusan dengan mereka. Kami pulang dan setelah itu berkumpul di suatu tempat untuk membicarakan apa yang akan kita lakukan keesokan harinya.

Setelah berdiskusi kami memutuskan untuk tidak melanjutkan Lady Fast pada hari kedua. Setelah itu bersama-sama kami menyusun pernyataan sikap :

PERNYATAAN SIKAP
Kami dari Kolektif Betina selaku penyelenggara Lady Fast, menyatakan sikap terkait insiden pembubaran paksa Lady Fast, 2 April 2016 di Jogjakarta:
1. Menyesalkan terjadinya pembubaran paksa acara Lady Fast yang bertujuan untuk membangun ruang berekspresi bagi perempuan-perempuan dalam kolektif kami. Kami juga menyesalkan dampak pembubaran paksa tersebut terhadap SURVIVE! Garage yang telah mendukung terhadap acara Lady Fast dengan memfasilitasi kami ruang tersebut. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk terus bersolidaritas dan bekerja sama dengan kawan-kawan SURVIVE! Garage dalam upaya pemulihan fasilitas serta nama baik SURVIVE! Garage hingga dapat berfungsi kembali sebagai ruang kreatifitas dan edukasi.
2. Mengecam segala tindak kekerasan dan represi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama maupun kelompok fasis manapun, yang mengancam kebebasan setiap warga negara untuk berekspresi dalam batasan-batasan hukum. Kami juga mendesak kelompok-kelompok tersebut untuk tidak melakukan hal yang serupa di waktu mendatang.
3. Mendukung penuh kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk berekspresi, untuk menjalani keyakinannya, dan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa rasa takut akan adanya ancaman.
4. Mendorong negara dan aparat negara, khususnya Kepolisian Republik Indonesia, untuk memberi perlindungan bagi warga negara untuk berekspresi sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku, serta menindak tegas oknum-oknum fasis yang mengancam kebebasan berekspresi dengan cara kekerasan dan intimidasi.
_Kolektif Betina

 Acara Lady Fast memang tidak berlanjut di hari kedua, namun beberapa aktivitas tetap kami lakukan bersama di salah satu rumah anggota Kolektif Betina. Kami memasak, yoga, maskeran, ngobrol-ngobrol, saling bertukar kartu pos dan barang lapakan, tetap menyenangkan. Kami menyadari ada beberapa hal yang luput dari perhatian kami saat mempersiapkan acara ini, acara ini memang tidak sempurna, namun setelah kejadian ini kami belajar banyak dan semoga Lady Fast kedua bisa terwujud dan bisa berlangsung aman nantinya. Can’t wait! Terima kasih teman-teman yang telah mendukung kami :*




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...