Kupikir dari
sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama.
Namun semakin
beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga
tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari,
harus dikurangi.
Menari,
berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan.
Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di
tengah dancefloor.
Tapi tidak
semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat
beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke
diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak
benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar
ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan
menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung."
Tapi kupikir kita semua bisa membedakan mana sentuhan yang disengaja dan tidak
disengaja!
Saya tidak begitu
nyaman ketika berada di kerumunan orang, karena trauma akan pelecehan seksual.
Saat menonton sebuah pertunjukan tahunan di sebuah daerah.
Tapi
seumur hidup ada 3 momen yang membuat saya nyaman berada di lantai dansa.
Momen pertama
pada secret-secret gigs awalnya Tragic Soundsystem. Saat itu saya sedang
senang-senangnya mendengar ADF saat bekerja di Kampung Buku tahun 2010. Setahun
kemudian saat tahu ada Fami yang suka membuat mixtape musik dub saya selalu
minta ia mengabarkan jika ada gigs.
Yang membuat
saya nyaman terutama karena saat itu saya mulai berkenalan dengan beberapa
perempuan yang keren menurutku, Cici, Jesse, Dian, dan Diyan. Juga pada tahun
yang sama saya mengenal Ifi yang tak lain adalah seorang guru tari.
Saya selalu
mengagumi mereka hingga saat ini.
Momen kedua
ketika berlibur di Labuan Bajo bersama Iqko, Anchu, dan Weda trip 4 hari 4
malam bersama pemilik kapal Roland dan Eji. Itu adalah momen liburan paling
menyenangkan dan bagi saya puncaknya ketika kami diajak ke Paradise Bar and
Resto. Setiap malam minggu di sana ada live music reggae dan semua orang, turis
maupun penduduk lokal akan berkumpul di lantai dansa.
Saya awalnya
ragu ketika dua pemuda menghampiri meja kami dan mengajak Weda dan Saya turun
ke lantai dansa. Tapi saat melihat semua orang bersuka cita, saya pun akhirnya
bisa menikmati.
Kupikir
akhirnya pelan-pelan saya bisa mengobati trauma saya sendiri. Tapi beberapa
teman laki-laki menganggap saya terlalu berlebihan "drama" soal ini,
namun mereka tidak pernah mengalami pelecehan seksual sehingga dengan mudah
beranggapan seperti itu.
Jadi ini bukan
soal menuntut hak perempuan lebih spesial dibanding laki-laki. Juga bukan
agenda membenci laki-laki, karena pelaku pelecehan seksual tidak hanya
dilakukan oleh laki-laki. Tapi tentang hak untuk merasa aman dan nyaman di
manapun. Dan semuanya dimulai dari kita, dengan mengedukasi diri sendiri.
Momen ketiga
adalah ketika semua yang hadir di hari pertama dan kedua Lady Fast 2 menari
bersama di malam hari. Saya benar-benar merasa nyaman dan aman di sana.
Saya merasa bersyukur bisa mengenal dan menjadi bagian dari acara itu. Terlebih
karena akhirnya bisa menyaksikan Anjing Dub secara langsung.
Mungkin karena
menganggap semua yang hadir di sana sudah memiliki perspektif yang sama
mengenai kesetaraan. Meski tetap saja masih ada beberapa orang yang merasa
tidak nyaman. Itu berarti kita belum benar-benar berhasil menciptakan ruang
aman seperti yang kita cita-citakan bersama. Kita belum benar-benar berhasil
mengkomunikasikan itu. Tapi masih ada harapan untuk melakukannya bukan?
Karena apapun
genre musiknya, perempuan hanya ingin bersenang-senang di lantai dansa, seperti
laki-laki, tanpa mengalami pelecehan.
Pssst, satu momen lagi, saat The Paps main di acara Musik Hutan bulan lalu. Sungguh momen dansa yang pecah. Saya tidak sabar menemukan semakin banyak momen yang membuat saya nyaman berdansa...
_Salam sayang dari Nona yang hanya ingin bersenang-senang di lantai dansa bersama kalian.
Komentar
Posting Komentar