Langsung ke konten utama

Catatan Setelah Melewati Tahun Pertama Fase The Saturn Return

Meski jaman now sudah canggih, tapi saya masih percaya tentang kekuatan magis kata-kata harapan yang jika dituliskan di atas kertas, bisa menjadi kenyataan. Saya percaya itu sejak mengambil jurusan Bahasa saat SMA. Sampai sekarang, tiap kali punya harapan, buru-buru saya mencatat-nya dalam buku catatan harian.

Saat berusia ke-27 tahun lalu, saya memilih satu kata untuk mewakili harapan saya selama satu tahun ke depan : Astonishing. Karena sejak lama saya mendengar konon usia 27 adalah usia keramat, banyak orang yang bunuh diri di usia ini. Dan benar, satu tahun ini harapan saya terwujud, hidup saya benar-benar "astonishing" layaknya "rollercoaster". Mulai dari berurusan dengan orang-orang paling menyebalkan berseragam, sampai orang-orang paling menyenangkan.

Hari ini saya berusia 28 tahun dan sangat berbahagia telah melewati satu fase kehidupan lagi. Kali ini saya memilih kata: Calm. Sebagai harapan selama tahun depan karena capek juga naik rollercoaster ternyata satu tahun.


*** 


Saya selalu menanamkan ide tentang "harus menyibukkan diri dengan mencintai, sehingga tidak punya waktu membenci" pada diri saya sendiri.

Maka selain pada K yang kucintai setiap hari, saya juga mencintai beberapa laki-laki lain dalam hidup saya.

Ketiga laki-laki ini sangat memiliki peran penting di usia keramat saya. Semacam penyelamat ketika saya mulai ragu pada banyak hal yang membingungkan di dunia ini.
Pertama, Aan. Sahabat saya sepuluh tahun terakhir.

Dia paling mengerti bahwa saya ingin belajar banyak hal dan selalu mendukung saya. Paling sering mengkhawatirkan saya, terutama jika keluar kota. Dia juga tidak pernah marah, bahkan ketika saya melakukan banyak kesalahan.

Dia yang mewujudkan impian saya menjadi seorang pustakawan saat berusia 18 tahun. Saat saya butuh uang untuk ikut pelatihan Unit Kegiatan Pers Mahasiswa, mintanya sama dia. Butuh uang makan karena uang jajan mahasiswa habis kupakai beli bahan craft, mintanya sama dia. Saya mau ikut kursus membuat sabun, minta uangnya sama dia. Jadi sebenarnya saya ini sahabatnya Aan atau tukang palak yah?


Lalu saya mencintai sahabat pena saya @davesyauta sejak jaman Facebook sampai Instagram (eh bukan sahabat pena dong yah, sahabat keyboard). Dia sering menyediakan waktu untuk membaca apa yang saya tulis, mengapresiasi apa yang saya lakukan, dan memberikan komentar pada setiap yang kukeluhkan, sehingga saya menjadi percaya pada diri sendiri dan bisa melawan ketakutan-ketakutan dalam setiap pilihan hidupku.

Dia juga teman berdiskusi yang apapun pembahasannya mulai dari ekonomi, sosial, politik, sampai astrologi, pasti selalu diakhiri dengan hal-hal yang membuat saya tertawa sehingga saya bisa selalu ceria. Serta banyak mengirimkan musik-musik asik untuk kudengarkan sembari menjaga perpustakaan.

Satu lagi, dia yang mengingatkan tentang hal ini: "Coolness is having courage - courage to do what's right - and try remember always have a good time"  




Dan tentu saja saya mencintai laki-laki ini sejak dia lahir.

Dia orang pertama yang membaca cerpen saya saat dimuat di koran lokal, lalu membawa koran itu dan memperlihatkannya ke teman-temannya. Sebagai siswa yang bersekolah di kampung, melihat nama muncul di koran dari kota, adalah euforia yang sudah luar biasa bagi kami saat itu. Dia membuat saya semakin giat belajar menulis. Sampai koran itu tidak lagi memuat tulisan-tulisan saya dan membuat saya malas menulis lagi. Saat SMA, saya belum tahu bagaimana cara kerja media massa yang sebenarnya.

Dia lalu menyemangati saya dengan memperkenalkan zine, yang ia bawakan dari skena punk. Bahwa saya bisa membuat media saya sendiri. Menulis apapun tanpa harus khawatir ter-sensor.

Dia menyelamatkan hidup saya berkali-kali dan selalu mengingatkan untuk "stay weird"
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...