Langsung ke konten utama

Tentang Frasa Drop the Bass Line dan nostalgia EDM


Saat saya berulang tahun kemarin, diantara semua ucapan selamat, Sami yang paling berkesan menurutku. Dia bilang begini: “Selamat Ultah Mba Eka, Jaya Selalu, Drop the Bass Line Selalu” Lalu dilanjutkan dengan obrolan panjang kami tentang musik dub, seperti biasa.

Oke. Tidak ada bahagia selalu, sehat selalu. Yang ada malah ketemu sama "Jalasveva Jayadub" yang membuat mood ku sangat ceria seharian kemarin :D

Well, saya memang tidak begitu lama mengenal Sami, baru beberapa minggu terakhir sejak diperkenalkan oleh Dindie. Tapi saya sudah tahu Roadblock DubCollective sejak beberapa tahun lalu dan Sami adalah bagian dari itu.

Saya sering mendengar istilah “Drop the Bass” dan sering menemukannya menjadi meme yang beredar di dunia maya. Saya pernah mencari tahu tentang asal-usul istilah ini dan beruntung ada banyak artikel yang membahasnya. Bahwa "Drop the Bass" menjadi slogan yang terkait dengan penurunan, atau titik klimaks pada trek musik elektronik yang ditandai dengan irama mendadak pada garis bass atau semacam ketika bass tiba-tiba mendadak tinggi nada-nya berubah dari tinggi ke rendah, jadi ibaratnya seperti jatuh.

Istilah ini menjadi populer bersamaan dengan populernya musik EDM, kemudian semakin populer saat era Dubstep dimulai pada awal tahun 2010an. Para penggemarnya semakin menjadi-jadi menggunakan frasa itu.

Namun asal mula kalimat "drop the bass" tetap tidak diketahui, turunan frasa tersebut telah digunakan sebagai istilah teknis di antara produsen musik elektronik sejak awal 1990-an. Penggunaan frasa yang paling awal bisa ditelusuri sebagai judul lagu EDM yang dibawakan oleh DJ Rocco tahun 2002 "Drop the Bass". Pada bulan Januari 2011, Skrillex merilis sebuah remix dari lagu "Cinema" dimana lirik "drop the bass" dapat didengar sesaat sebelum bagian drop trek. Kemudian tanggal 17 Januari 2012, Urban Dictionary mengajukan sebuah entri untuk "drop the bass" yang mengkreditkan Skrillex's "Cinema" remix dengan mempopulerkan frasa  tersebut. Okay.


Ada fakta lucu juga tentang pencarian saya mengenai "Drop the Bass" ini. Pada tanggal 17 Mei 2014, The Lonely Island merilis video musik parodi berjudul "When Will the Bass Drop?" Video tentang si DJ berulang kali menggoda para pendengar sebelum memainkan lagu tersebut. Dalam enam bulan, video tersebut mengumpulkan lebih dari 12,8 juta penayangan (walaupun bagi saya jumlah penayangan ini tidak begitu berpengaruh langsung pada hidup saya hihihi).

Ngomong-ngomong berkat pencarian "Drop the Bass" ini saya jadi banyak mendengar ulang musik EDM yang dulu kusukai. Ya, saya juga dulu pernah tergila-gila pada dubstep dan sangat menggemari Bassnectar. Sekarang tidak lagi. Saya hanya ingin meluangkan waktu mendengar musik dub saja, sesekali mendengar yang lain agar seimbang dan bisa tetap waras, tentu saja. 

Saya juga lalu mengingat-ingat, sejak kapan yah saya tertarik dengan EDM? Mengapa saya lebih suka itu? Ternyata masih karena pengaruh Linkin Park juga. Saya ingat waktu SMP dengar pertama kali Linkin Park dan saya langsung tergila-gila pada Dj Hahn. Setelah itu saya lebih suka mendengar semua musik yang dibuat dengan dominasi instrumen elektronik. Yellow Magic Orkestra masih favorit saya, Kraftwerk juga sih, banyak deh. Beberapa bulan lalu saya juga membuat mixtape khusus itu, musik elektronik yang pernah kuputar berkali-kali dalam sehari, saya memberinya judul The Future is Now beberapa juga ada di sini tapi tidak semua murni musik elektronik. 


Oh ya saya ingin merekomendasikan tulisan-tulisan VICE mengenai musik EDM kalau ada yang tertarik membacanya silahkan klik di sini. Jadi kali ini saya tidak membahas mengenai dub, tak apalah yah... besok-besok saja yah.


Terima kasih Sami, berkat ucapan selamat kamu saya jadi banyak bernostalgia lagi dan semakin menerima diri bahwa saya adalah kids jaman now :D







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...