Langsung ke konten utama

Hola... Mari Menghidupi Hidup...


Satu-satunya etika yang kita ikuti adalah: peduli pada bumi, peduli pada manusia, dan membagikan kelebihan yang kita punya. _Bill Mollison 

Ini blog baruku, setelah lama tidak menulis catatan, saya memutuskan untuk menulis di blog baru. Blog sebelumnya AOINIJI masih tetap bisa diakses kok. ;) Dalam blog baru ini, saya hanya ingin berbagi cerita tentang berbagai kegiatan menyenangkan yang saya lakukan, tentu saja dalam rangka menghidupi hidup, membuat hidupku lebih terasa hidup. Lah!? Memangnya selama ini saya tidak hidup begitu? :p Maksud saya adalah selama ini saya masih berjuang untuk menemukan dan memaknai hidup dengan cara menikmatinya.

Dan saya menemukan cara untuk menikmati hidup, bukan dengan bekerja keras layaknya robot atau dipenuhi stress karena tekanan atasan, lalu membeli berbagai macam hal yang sedang trend, menabung untuk memiliki mobil dan rumah mewah, atau menikmati makanan-makanan enak di restoran mahal. Bukan.

Saat ini saya hanya ingin menikmati hidup dengan banyak berinteraksi dengan sesama teman yang suka membaca buku tentu saja di dunia nyata sambil menikmati teh, mendengarkan musik, berkerajinan tangan, membuat zine sendiri, membuat dan memenuhi kebutuhan pokok sendiri dan semurah mungkin tapi tidak murahan, serta menanam sendiri bahan makanan yang kubutuhkan. Itu! Itu yang kunamakan menghidupi kehidupanku. Oya, juga tentu saja dengan menghargai orang lain dan tidak menyakitinya.

Lalu dari mana saya akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa kubuat sendiri? Sesekali saya mungkin akan bekerja lalu menjual beberapa hasil kerajinan tangan yang kubuat. Apakah itu mungkin? Bagaimana caranya tahu jika tidak dicoba? ;)

Saya hanya senang belajar dari banyak hal dan mencoba untuk lebih menghargai apa yang saya punya. Itu saja...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Tentang Keinginan Nona Merasa Nyaman dan Aman di Lantai Dansa

Sejak kecil saya senang menari. Kupikir dari sabang sampai merauke kita punya tradisi menari masing-masing sejak lama. Namun semakin beranjak remaja, sebagai anak perempuan, saya mulai diwanti-wanti menjaga tubuh. Tidak boleh ini itu demi "menjaga diri". Terlebih menari, harus dikurangi. Menari, berdansa, berjoget, apapun pilihan katanya, itu adalah aktivitas menyenangkan. Dan sejak kecil saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya berada di tengah dancefloor. Tapi tidak semudah itu untuk merasakan nyamannya berdansa bagi anak perempuan. Saat beranjak dewasa saya pernah mendengar petuah seperti ini "Jangan ke diskotik, laki-laki menganggap perempuan yang ke sana adalah perempuan tidak benar, jadi mereka seenaknya akan meraba-raba tubuhmu." Dan saya mendengar ketika pelecehan seksual terjadi di lantai dansa banyak orang yang akan menyalahkan korban "Ya kalau tidak mau disentuh jangan bergabung." Tapi kupikir kita semua bisa m...