Langsung ke konten utama

Tentang Marsinah


Pertama kali mendengar nama Marsinah melalui judul lagu yang dibuat oleh Band Marjinal. Lalu hari ini, tiba-tiba ingat kembali melalui status seorang teman bahwa semoga kita tak amnesia sejarah.
Marsinah adalah seorang buruh pabrik sekaligus aktivis yang dibunuh oleh Aparat Kodim Sidoarjo  (baca beritanya di sini dan di sini, atau cari tahu sendiri lebih banyak) yang sebelumnya sempat direkayasa mengenai siapa yang membunuhnya dan baru terungkap 5 tahun kemudian. Membaca kasus mengenai Marsinah tentu saja membuat kita menjadi benci pada aparat hukum yang konon berpihak pada masyarakat, padahal tentu saja itu omong kosong belaka. Ini menjadi salah satu bukti diantara banyaknya kasus-kasus yang sudah terjadi, bahwa aparat hukum selalu menegakkan hukum berdasarkan permintaan pemerintah yang notabene menghidupi mereka. Ah, di mana-mana semua pekerja pasti wajib menuruti atasannya. Polisi, Militer, Hakim, Jaksa, dan semua tetek bengek yang bergantung pada Penguasa dan Pengusaha Korporasi suatu Negara akan berpihak pada atasan mereka : Pemerintah. Saya sendiri tak pernah percaya dengan mereka, apalagi menggantungkan harapan dengan mereka. Mereka memiliki senjada dan diberikan wewenang untuk melakukan apa saja agar bisa membungkam sesuatu yang meresahkan penguasa dan korporasi.
Saya berusaha memperkaya pengetahuan saya supaya bisa bertahan hidup tanpa harus bergantung dengan mereka. Serta tidak akan pernah membiarkan mereka berbuat seenaknya untu kehidupanku. Karena sekali kita menoleransi perbuatan seenaknya mereka, maka itu akan berlanjut pada siapapun, termasuk anak dan cucu kita.
Keadilan yang sebenarnya tak akan lagi ada sejak manusia bergantung pada UANG dan KEKUASAAN.
Hari ini 20 tahun sejak Marsinah dibunuh. Pembunuhnya belum diketahui hingga kini. Dan kita tidak akan pernah lupa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang The Cranberries, Linkin Park, dan Perubahan Gaya Jilbab Saya

Sudah nyaris 10 tahun sejak saya merayakan ulang tahun ke-17 di sekolah. Ada banyak yang terjadi selama 10 tahun ini. Kupikir tulisan ini tidak begitu penting, namun semoga bisa memberikan jawaban atas pertanyaan kalian mengapa jilbab lebar saya berubah menjadi selembar kerudung saja? *psst memangnya sepenting apakah itu bagi hidupmu? Jika tidak penting, tidak usah dilanjutkan membacanya ;)   Jika bisa memilih dan menghapus fase dalam hidup, saya ingin sekali menghapus fase ketika saya saat berusia 16-18 tahun. Fase ketika saya selalu merasa paling benar dan belum tahu yang namanya mengkritisi diri sendiri. Pokoknya ketika belajar satu hal, baru selesai baca satu buku, sudah itulah yang paling benar, saya buru-buru mempraktikkannya. Masa-masa itu saya sedang senang-senangnya belajar agama Islam. Saya bersekolah di sekolah negeri, bukan pesantren. Namun justru itu yang membuat saya bertanya mengenai banyak hal. Saya ingin “mencari sendiri” bukan beragama hanya karena oran...

Bukan Tentang Rina Nose Yang Memutuskan Melepas Hijab

Saya menulis catatan ini setelah lama berpikir mengenai komentar mama dan tanteku di facebook kemarin sore atas tulisan Lailatul Fitriyah yang saya share. Keduanya berkomentar bahwa mereka tidak paham apa yang dituliskan Laila, bahasanya tingkat tinggi. Tulisan itu berjudul : Obsesi Terhadap Hijab adalah Produk Westernisasi. Dalam keluarga, saya adalah cucu pertama yang berkuliah di kota Makassar, saya baru menyadari percuma jika saya merasa terdukasi dengan cukup baik namun tidak bisa menyampaikan apa yang saya dapatkan kepada keluarga saya. Well, setelah memutuskan untuk membuka jilbab, dengan pertimbangan selama beberapa tahun, saya pikir dengan alasan “Ini hak saya, dosa dan amal adalah urusan saya dengan Tuhan” sudah cukup untuk menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingku terutama keluarga. Saya juga sudah pernah menuliskan ceritanya di sini . Tapi ternyata tidak. Mereka masih bertanya-tanya, mulai berasumsi macam-macam, ada yang bilang saya terlalu stress. Mung...

Gadis Bugis dan Anarkis Feminis

Dulu saya tidak suka mendengar kata aktivis seperti halnya saya tidak menyukai kata feminis, LGBT, ganja, anarkisme, dan segala hal yang “dibenci” oleh masyarakat umum. Sialnya saya terjebak di perpustakaan, membaca banyak literatur dan membuat segala hal yang awalnya kubenci karena tidak kuketahui, menjadi sesuatu yang biasa saja. Saya merasa sial karena pikiranku akhirnya dipenuhi dengan agenda untuk merubah segala sesuatunya, yang rasanya tampak mustahil. Tapi apa yang lebih memalukan daripada mengingkari ilmu pengetahuan? Dalam KBBI, aktivis berarti orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Sebenarnya tulisan ini bermula dari obrolan saya bersama tim riset Active Society Institute dan MAUPE Maros. Saya bergabung membantu Active Society Institute dalam riset berjudul Kerentanan Kehidupan Perempuan Pedagang di Pasar Terong dan us...